Bagaimana Rasanya Hidup Tanpa Empedu?

BY IN Kesehatan Comments Off on Bagaimana Rasanya Hidup Tanpa Empedu?

Sebuah pengalaman pribadi dr Bpk Victor

Semula tak terbayangkan bahwa suatu saat saya harus hidup tanpa salah satu organ tubuh yang vital. Sepertinya hidup mungkin akan terasa berbeda dari saat-saat sebelumnya.
Ketika suatu waktu di tahun 2005, Telkom memberikan fasilitas medical checkup, saya merasa cukup terkejut ketika hasil USG menunjukkan adanya batu dengan ukuran cukup besar yang berada di dalam empedu saya. Bahkan ketika petugas USG (ahli radiologi) menanyakan apakah saya punya keluhan rasa sakit dibagian perut selama ini, saya juga menjawab bahwa tidak ada keluhan apapun.

Sesuai rekomendasi medical checkup yang menyatakan bahwa saya harus konsultasi ke dokter spesialis bedah digestive, saya membawa hasil checkup ke poliklinik Telkom. Reaksi dari dokter Telkom ternyata sangat menyejukkan dan menghilangkan kekhawatiran saya. “Pak, sekian puluh persen manusia di dunia ini punya batu empedu, jadi tak perlu khawatir. Toh selama ini Bapak tidak ada keluhan apa-apa. Kalau nanti terasa sakit akan kita operasi”.

Selama beberapa waktu saya merasa aman dan tidak merasa bahwa ada suatu masalah dengan tubuh saya, sampai suatu ketika saya menyaksikan teman saya dioperasi dan dirawat cukup lama karena masalah batu empedu (kolelitiasis). Sewaktu berkunjung ke rumah sakit, saya sempat ngobrol di ruang tunggu dengan seorang tetangga tentang sakit yang dialami teman saya, dan beliau bercerita bahwa beliaupun pernah mengalami penyakit yang sama. Beliaupun menceritakan bagaimana luarbiasanya penderitaan kesakitan ketika batu empedu tersebut mulai mengganggu. Mau tidak mau hal tersebut membuat saya sedikit merinding membayangkan bahwa potensi saya untuk mengalami hal yang sama, cukup besar. Istri sayapun mulai mendesak supaya lebih peduli tentang kesehatan, dan segera sajalah dioperasi dari pada terlambat, katanya.

Tetapi seiring berjalannya waktu, saya mulai lupa lagi tentang cerita menakutkan sakit batu empedu yang diceritakan tetangga saya tadi, dan saya juga tidak pergi ke dokter dan berusaha meyakinkan diri saya bahwa opini dokter poliklinik itulah yang paling tepat.

Medical checkup tahun 2006 tidak ada USG, sehingga tidak ada catatan tentang batu empedu, hanya kolesterol saya yang perlu dibenahi. Medical checkup tahun 2007, USG kembali kembali ada dan sang batu tadi masih tampil di image USG yang dihasilkan. Ukurannya kelihatannya masih sama, kira-kira dua senti lebih sedikit.

Saya ke poliklinik lagi dengan membawa hasil checkup dan bertemu dengan dokter yang berbeda. Beliau memberikan jawaban yang kurang lebih sama ditambah komentar, ”Ini ukurannya kan kecil saja, masih jauh bila dibandingkan ukuran kantung empedu”. Pendapat terakhir ini membuat saya ragu tentang keahlian beliau membaca image USG, karena dengan kasat mata seorang awam saja terlihat bahwa batu tersebut menempati lebih dari sepertiga ukuran kantung empedu.

So what next ?? Ya tidak ada apa-apa, saya kembali menjalani kehidupan seperti biasa, tanpa ada keluhan, tanpa pantangan/diet, kecuali diet kolesterol yang ini juga sebenarnya terkait kolesterol saya yang bertanda bintang (melebihi batas normal).

Pada tanggal 18 Juli 2008, saya merasa kurang enak badan dan minta cuti untuk beristirahat di rumah. Karena kurang selera makan, maka sepanjang hari itu saya banyak makan makanan kecil (ngemil) yang umumnya agak berminyak. Saya baru menyadari ada rasa sakit yang tidak biasa yang saya alami pada malam harinya menjelang tidur. Rasa sakit itu begitu menusuk di perut bagian kanan (kira-kira dibawah tulang rusuk terbawah) dan bertahan tanpa berkurang dalam waktu yang lama. Saya mulai mengira-ngira, apakah ini sakit (kolik) yang dimaksud oleh dokter dan cerita tetangga saya dulu.

Setelah mencoba bertahan kira-kira tiga jam, saya akhirnya memutuskan untuk segera berangkat ke rumah sakit, sebelum keadaan bertambah parah. Kira-kira pukul dua pagi saya sampai di UGD RS Gleni Medan, dengan berbekal hasil USG pada medical checkup tahun 2007, untuk mempermudah analisa dokter.

Singkat cerita saya dirawat inap dan pada pagi harinya dilakukan berbagai pemeriksaan, USG, darah dan rontgen. Dokter spesialis penyakit dalam pun mengunjungi saya dan beliau sudah tidak perlu analisa cukup lama. Berdasarkan letak rasa sakit dan USG, beliau sudah dapat menentukan diagnosa bahwa batu empedu yang bermasalah dan disarankan untuk segera dilakukan operasi pengangkatan kantung empedu (kolesistektomi).

Sebenarnya dokter memberi waktu untuk berpikir, apakah mau berobat atau dioperasi yang artinya saya tidak akan punya empedu lagi, sementara kalau berobat, kemungkinan saya masih akan mengalami kesakitan seperti yang terjadi saat itu. Tanpa berpikir panjang lagi saya putuskan saat itu juga bahwa saya ingin dioperasi secepatnya.

Beberapa saat kemudian, saya dikunjungi oleh dokter spesialis bedah yang akan mengoperasi saya. Namanya Paulus Yusnari. Beliau memberi penjelasan yang cukup rinci dengan menggunakan gambar dan tulisan pada selembar kertas, untuk menggambarkan kondisi penyakit saya dan bagaimana tindakan medis yang diambil, beserta resiko yang mungkin terjadi. Salah satunya adalah bahwa pembentukan batu empedu disebabkan sedimentasi lemak di empedu yang fungsinya adalah menyimpan kelebihan lemak (dari pencernaan) yang tidak terserap oleh tubuh.

Terus terang banyak hal yang baru saya ketahui tentang penyakit saya dari keterangan dokter Yusnari, padahal saya rasanya sudah cukup banyak mencari referensi medis di internet tentang batu empedu ini. Beliau menggambarkan bahwa bedah yang akan dilakukan menggunakan teknik laparoskopi (laparoscopic cholecystectomy), dengan luka operasi yang minim dan pemulihan yang cepat.

Akhirnya pada tanggal 23 Juli 2008 dokter melakukan bedah laparoskopi untuk mengangkat empedu saya . Alhamdulillah operasi berjalan sesuai rencana selama kira-kira satu jam. Saya mulai sadar setengah jam kemudian, tanpa rasa sakit yang berarti. Satu jam kemudian saya sudah diijinkan makan dan minum, tidak seperti operasi biasa yang harus menunggu sampai keluar angin dulu sebelum minum. Sore harinya saya sudah bisa duduk dan besok paginya sudah jalan sendiri ke kamar mandi. Sehari setelah operasi saya diperbolehkan pulang dan istirahat dirumah selama sepuluh hari.

Apa yang berubah setelah empedu saya diangkat ?

Tidak ada hal khusus, kecuali diet rendah lemak selama tiga bulan yang disarankan dokter untuk mencegah diare karena fungsi empedu sebagai penyimpan lemak belum beralih ke saluran empedu. Tetapi setelah sebulan saya mencoba melanggar sedikit diet tersebut dan sepertinya tidak terjadi sesuatu.

Kepada teman senasib yang kebetulan punya batu empedu, tidak usah merasa khawatir berlebihan. Teknologi kedokteran sudah maju sehingga mengurangi penderitaan paska operasi dan resiko lainnya yang diakibatkan pembedahan besar. (victor)

Sumber: http://victoradrian66.blogspot.com/2008 … mpedu.html




Comments are closed.